UUD 1945
Sistem Konstitusi (Hukum Dasar)
Republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD
1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan
bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan tidak hanya terdapat pada hukum dasar.
Kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan terdapat juga pada berbagai peraturan ketatanegaraan
lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD
1945 adalah Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat
(juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan (dalam teori) mengenai Konvensi dari AV.
Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau
menteri melaksanakan “Discretionary Powers “.Dicretionary Powers adalah
kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang semata-mata didasarkan
kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal diatas yang mula-mula mengemukakan yaitu Dicey
dikalangan sarjana di Inggris pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut
beliau memperinci konvensi ketatanegaraan merupakan hal-hal sebagai berikut :
a.
Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh,
diikuti dan ditaati dalam praktek penyelenggaraan negara.
b.
Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat
dipaksakan oleh (melalui) pengadilan.
c.
Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik
dalam penyelenggaraan negara.
d.
Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya (sebaliknya) discretionary
powers dilaksanakan.
Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan
sistem pemerintahan, keberadaan bentuk negara menurut pengertian ilmu negara
dibagi menjadi dua yaitu : Monarchie dan Republik, jika seorang
kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk negara
disebut Monarchie dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika
kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya
disebut Republik dan kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk
negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Batang Tumbuh dapat diketahui
pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian
dalam menggunakan istilah bentuk negara ( lihat alinea
ke 4 ), “……… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, ………dst. Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk Republik “.
Konstitusi mengandung dua hal yaitu : Konstitusi
tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi
sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melalui ilmu hukum yang membedakan
dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal.
Sumber hukum dalam arti materiil
adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum sedangkan
sumber hukum dalam arti formal
adalah hukum
yang dikenal dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku
umum, contoh dari hukum formal adalah Undang-Undang dalam arti luas, hukum
adat, hukum kebiasaan, dan lain-lain.
Undang-Undang Dasar 1945 terdiri
dari yaitu :
1. Pembukaan,
2. Batang Tumbuh yang memuat
pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal
3. aturan peralihan dan
4. aturan tambahan 2 pasal.
Dilihat dari
tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No. III/MPR/ 2000,
tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan peraturan perundang-undangan.
TAP MPR NO
XX/MPRS/1966
|
TAP MPR
NO. III/MPR/2000
|
Tata
Urutannya sebagai berikut :1. UUD 1945
2.
TAP MPR
3.
Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti UU
4.
Peraturan Pemerintah
5.
Keputusan Presiden
6.
Peraturan Pelaksanaan lainnya seperti
-
Peraturan Menteri
-
Instruksi Menteri
-
|
Tata
Urutannya sebagai berikut :1. UUD 1945
2.
TAP MPR RI
3.
Undang – Undang
4.
Peraturan Pemerintah Peng ganti Undang-Undang (Perpu)
5.
Peraturan Pemerintah
6.
Keputusan Presiden
7.
Peraturan Daerah
|
Sifat
Undang-Undang Dasar 1945, singkat namun supel, namun harus ingat kepada
dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi instruksi
kepada penyelenggara negara dan pimpinan pemerintah untuk menyelenggarakan
pemerintahan negara dan mewujudkan kesejahteraan sosial
b.
Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni
Undang-Undang, yang lebih mudah cara membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c.
Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam
praktek pelaksanaan.
d.
Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang dinyatakan
dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan
konsisten dapat dipergunakan
untuk menjelaskan ungkapan
“Pancasila merupakan ideologi terbuka ” serta membuatnya operasional.
e.
Dapat kini ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” dioperasionalkan
setelah ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang
mengandung nilai-nilai Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok didalam UUD
1945 yang ada kaitannya dengan pokok-pokok pikiran atau ciri khas yang terdapat
pada UUD 1945. Nilai instrumen Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan
aturan pokok itu (TAP MPR, UU, PP, dsb).
Fungsi dari
Undang-Undang Dasar merupakan suatu alat untuk menguji peraturan
perundang-undangan dibawahnya apakah bertentangan dengan UUD disamping juga
merupakan sebagai fungsi pengawasan.
Makna
Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan
tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral
yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan
pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat
dan hikmat dalam 4 alinea itu, setiap alinea dan kata – katanya mengandung arti
dan makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai yang dijunjung oleh
bangsa-bangsa beradab, kemudian didalam pembukaan tersebut dirumuskan menjadi 4
alinea.
Pokok –
pokok pikiran ; alinea pertama berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan perikeadilan “.
Makna yang
terkandung dalam alinea pertama ini ialah :
1.
Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela kemerdekaan
melawan penjajah.
2.
Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan
yang paling depan untuk menentang dan menghapus penjajahan diatas dunia.
3.
Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan
perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
4.
Menegaskan kepada bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan
setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua
berbunyi : “Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur, makna yang terkandung disini adalah :
1.
Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi bangsa Indonesia,
dicapai dengan perjuangan pergerakkan bangsa Indonesia.
2.
Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang menentukan,
sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
3.
Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan
mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,
yang tidak lain adalah merupakan cita-cita bangsa Indonesia (cita-cita
nasional).
Alinea ke
tiga berbunyi : “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong
oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya “. Hal ini mengandung makna
adanya :
1.
Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan.
2.
Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Imdonesia terhadap suatu
kehidupan didunia dan akhirat.
3.
Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.
Alinea
ke-empat berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamian abadi, keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Alinea ke
empat ini sekaligus mengandung :
1.
Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu :
a.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
b.
Memajukan kesejahteraan umum
c.
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
d.
Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2.
Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3.
Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4.
Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila-sila yang
terkandung didalamnya.
Dari
uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan bahwa sungguh tepat apa
yang telah dirumuskan didalam Pembukaan UUD 1945 yaitu : Pancasila merupakan
landasan ideal bagi terbentuknya masyarakat adil dan makmur material dan
spiritual didalam Negara Republik Indonesia yang bersatu dan demokratif.
Sebelum
menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur
ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan disini adalah
terjemahan dari istilah Inggris “The Structure of Government “. Pada
umumnya struktur ketatanegaraan suatu negara meliputi dua suasana, yaitu
: supra struktur politik dan infra struktur politik, yang dimaksud
dengan supra struktur politik disini adalah segala sesuatu yang
bersangkutan dengan apa yang disebut alat- alat perlengkapan negara termasuk
segala hal yang berhubungan dengannya. Hal-hal yang termasuk dalam supra
struktur politik ini adalah ; mengenai kedudukannya, kekuasaan dan wewenangnya,
tugasnya, pembentukannya, serta hubungan antara alat-alat perlengkapan itu satu
sama lain. Adapun infra struktur politik meliputi lima macam komponen,
yaitu : komponen Partai Politik; Komponen golongan kepentingan, Komponen alat
komunikasi politik, Komponen golongan penekan, Komponen tokoh politik.
Praktek
ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 dapat
diuraikan mengenai pendapat-pendapat secara umum yang berpengaruh (dominan)
berpendapat, UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan, upaya pelestarian
ditempuh dengan cara antara lain tidak memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara
hukum upaya tersebut diatur sebagai berikut :
1.
MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti tercantum
dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut “Majelis
berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak akan
melakukan perubahan terhadap serta akan melaksanakannya secara murni dan
konsekuen “.
2.
Diperkenalkannya “referendum” dalam sistem ketatanegaraan RI. Kehendak
MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam sebuah
referendum sebelum kehendak itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum
secara formal mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata,
lembaga ini justru bertujuan untuk mempersempit kemungkinan mengubah UUD 1945
hal ini dapat diketahui pada bunyi konsideran” TAP MPR No. IV/MPR/1983 huruf e
yang berbunyi “Bahwa dalam rangka makin menumbuhkan kehidupan demokrasi
Pancasila dan keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah
anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak
mudah digunakan untuk merubah UUD 1945 “.
Kata
“melestarikan” dan “mempertahankan” UUD 1945 secara formal adalah dengan tidak
mengubah kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD
1945 seperti yang terdapat didalam penjelasan adalah sebagai berikut :
“Memang
sifat aturan itu mengikat oleh karena itu makin “supel ” (elastic)
sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya sistem UUD
jangan sampai ketinggalan jaman “.
Dari uraian
diatas dapat diketahui adanya dua prinsip yang berbeda yaitu : yang pertama
berkeinginan mempertahankan, sedangkan prinsip yang kedua menyatakan UUD jangan
sampai ketinggalan jaman, yang artinya adanya “perubahan”, mengikuti
perkembangan jaman dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas
atau kepastian hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya
bentuk ketentuan yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945
adalah konvensi.
Konvensi merupakan condition sine quanon (keadaan
sesungguhnya) untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk melestarikan atau
mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 mampu menyesuaikan dengan
perkembangan jaman sedangkan larangan mengubah UUD 1945 dapat dilihat sebagai
aspek statis (mandeg) dari upaya mempertahankan atau melestarikan UUD
1945.
Selain
alasan-alasan diatas kehadiran konvensi dalam sistem ketatanegaraan RI,
didorong pula oleh :
1.
Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap negara.
2.
Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Konvensi merupakan
salah satu sarana untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Didalam
memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia pada UUD 1945 sebelum
amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran tersendiri. Dan setelah UUD 1945
dilakukan amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua
pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat
pada tanggal 10 Agustus 2002 dari perubahan atau amandemen UUD 1945 tampak
terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya didalam
struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi dalam
hal ini diatur kedalam UUD 1945 yang diamandemen
pasal 7B ayat 1 – 5 yang intinya adalah menyangkut jabatan Presiden dan Wakil
Presiden, dan apablia melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, dll harus diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah
Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan seadil-adilnya terhadap
pendapat DPR kepada penyalahgunaan Presiden/Wakil Presiden. Dalam hal ini DPR
mengajukannya masalahnya ke Mahkamah Konstitusi selanjutnya diserahkan kepada
MPR untuk diambil langkah-langkah selanjutnya dalam sidang istimewa.
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
(SETELAH AMANDEMEN I S.D. IV – DALAM SATU NASKAH)
PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
UNDANG-UNDANG DASAR
BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1
(1) Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2)
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar.
(3) Negara
Indonesia adalah negara hukum.
Pasal 2
(1) Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih
lanjut dengan undang-undang.
(2) Majelis
Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota
negara. Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara
yang terbanyak.
(3) Segala
putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
(1) Majelis
Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
(2) Majelis
Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(3) Majelis
Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4
(1) Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam
melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
(1) Presiden
berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya.
Pasal 6
(1) Calon
Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya
sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan
jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil
Presiden.
(2)
Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut
dengan undang-undang.
Pasal 6A
(1) Presiden
dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2) Pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(3) Pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh
persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh
persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah
provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
(4) Dalam
hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih, dua
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan pasangan yang
memperoleh, suara terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
(5) Tata
cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur
dalam undang-undang.
Pasal 7
Presiden dan
Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Pasal 7A
Presiden
dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti
telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun
apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
Pasal 7B
(1) Usul
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih
dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(2) Pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi
pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3)
Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya
dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Mahkamah
Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya
terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh
hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah
Konstitusi.
(5) Apabila
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau
terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden
dan/atau WakilPresiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis
Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul
Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis
Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
(7)
Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah
anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang
hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 7C
Presiden
tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 8
(1) Jika
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai
habis masa jabatannya.
(2) Dalam
hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam
puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk
memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
(3) Jika
Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas
kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-jambatnya tiga puluh hari setelah itu,
Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang
diusulkan oleh Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon
Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan ke dalam
pemilihan umum sebelumnya, sampai habis masa jabatannya.
Pasal 9
(1) Sebelum
memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah
Presiden (Wakil Presiden):
Demi Allah,
saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-balknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
Janji
Presiden (Wakil Presiden):
Saya
berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik
Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-balknya dan
seadil-adllnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus lurusnya serta berbakti kepada
Nusa dan Bangsa.
(2) Jika
Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat
mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan
Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 10
Presiden
memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara.
Pasal 11
(1) Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
(2) Presiden
dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3)
Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan
undang-undang.
Pasal 12
Presiden
menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya
ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 13
(1) Presiden
mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam
hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat.
(3) Presiden
menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Pasal 14
(1) Presiden
memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung.
(2) Presiden
memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat.
Pasal 15
Presiden
memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
undang-undang.
Pasal 16
Presiden
membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.
BAB IV
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Dihapus.
BAB V
KEMENTERIAN NEGARA
Pasal 17
(1) Presiden
dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2)
Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Setiap
menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
(4)
Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam
undang-undang.
BAB VI
PEMERINTAH DAERAH
Pasal 18
(1) Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
(2) Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3)
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
(4)
Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah
Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
(5)
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6)
Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pasal 18A
(1) Hubungan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan
kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(2) Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara
adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
(1) Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
(2) Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak
tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19
(1) Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
(2) Susunan
Dewan Perwakilan rakyat diatur dengan undang-undang.
(3) Dewan
Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun
Pasal 20
(1) Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang undang.
(2) Setiap
rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama.
(3) Jika
rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan
undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan
Rakyat masa itu.
(4) Presiden
mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi
undang-undang.
(5) Dalam
hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan
undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi
undang-undang dan wajib diundangkan.
Pasal 20A
(1) Dewan
Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi
pengawasan.
(2) Dalam
melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain
Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak
angket, dan hak menyatakan pendapat.
(3) Selain
hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan
Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat,
serta hak imunitas.
(4)
Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota
Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.
Pasal 21
Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.
Pasal 22
(1) Dalam
hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
(2)
Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika
tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Pasal 22A
Ketentuan
lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan
undang-undang.
Pasal 22B
Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat
dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
BAB VII A
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C
(1) Anggota
Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
(2) Anggota
Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh
anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan
Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4) Susunan
dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.
Pasal 22D
(1) Dewan
Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
(2) Dewan
Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan
pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang
anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
(3) Dewan
Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan,
dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan
Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
(4) Anggota
Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat
dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
BAB VIIB
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22E
(1)
Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil setiap lima tahun sekali.
(2)
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
(3) Peserta
pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
(4) Peserta
pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah
perseorangan.
(5)
Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri.
(6)
Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
(1) Anggaran
pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka
dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(2)
Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh
Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
(3) Apabila
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
(4) Hal
keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.
(5) Untuk
memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu BadanPemeriksa
Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan
itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan rakyat.
Pasal 23A
Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang.
Pasal 23B
Macam dan
harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 23C
Hal-hal lain
mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.
Pasal 23D
Negara
memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung
jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
Pasal 23E
(1) Untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu
Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(2) Hasil
pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Hasil
pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
sesuai dengan undang-undang.
Pasal 23F
(1) Anggota
Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh
Presiden.
(2) Pimpinan
Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
Pasal 23G
(1) Badan
Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di
setiap provinsi.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan
undang-undang.
BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24
(1)
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2)
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(3)
Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
undang-undang.
Pasal 24A
(1) Mahkamah
Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
(2) Hakim
agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
(3) Calon
hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden.
(4) Ketua
dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
(5) Susunan,
kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di
bawahnya diatur dengan undang-undang.
Pasal 24B
(1) Komisi
Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
(2) Anggota
Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum
serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota
Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Susunan,
kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
Pasal 24C
(1) Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah
Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut
Undang-Undang Dasar.
(3) Mahkamah
Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan
oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga
orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
(4) Ketua
dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
(5) Hakim
konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap
sebagai pejabat negara.
(6)
Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta lainnya
tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.
Pasal 25
Syarat-syarat
untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan
undang-undang.
BAB IXA
WILAYAH NEGARA
Pasal 25 A
Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undang.
BAB X
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Pasal 26
(1) Yang
menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2) Penduduk
ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
(3) Hal-hal
mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Pasal 27
(1) Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2)
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
(3) Setiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Pasal 28
Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebaganya ditetapkan dengan undang-undang.
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
(1) Setiap
orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.
(2) Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
(1) Setiap
orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
(2) Setiap
orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pasal 28D
(1) Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
(2) Setiap
orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap
warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(4) Setiap
orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
(1) Setiap
orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap
orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
Pasal 28G
(1) Setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap
orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H
(1) Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan
lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap
orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap
orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap
orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 28I
(1) Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa
pun.
(2) Setiap
orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa
pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.
(3)
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
(4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk
menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum
yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.
Pasal 28J
(1) Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
(1) Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
BAB XII
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
Pasal 30
(1)
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara.
(2) Usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Indonesia Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai
kekuatan pendukung.
(3) Tentara
Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan
Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara.
(4)
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga kemanan
dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat,
serta menegakkan hukum.
(5) Susunan
dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia
, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga
negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.
BAB XIII
PENDIDIKAN
Pasal 31
(1) Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
(3)
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
(4) Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5)
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
manusia.
Pasal 32
(1) Negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya.
(2) Negara
menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
(1)
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2)
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4)
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip keadilan, kebersamaan efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Pasal 34
(1) Fakir
miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan ticlak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
BAB XV
BENDERA,
BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA , SERTA LAGU KEBANGSAAN
Pasal 35
Bendera
Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia.
Pasal 36A
Lambang
negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal 36B
Lagu
Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
Pasal 36C
Ketentuan
lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan diatur dengan undang-undang.
BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
(1) Usul
perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3
dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap
usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertuiis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk
mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan
untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu dari seluruh anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus
mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan
perubahan.
ATURAN PERALIHAN
Pasal I
Segala
peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal II
Semua
lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan
ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini.
Pasal III
Mahkamah
Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum
dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
ATURAN TAMBAHAN
Pasal I
Majelis
Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan
status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat 2003.
Pasal II
Dengan
ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.
0 komentar:
Posting Komentar